Apartemen Green Pramuka City dan Segala Keunggulannya

Apartemen Green Pramuka City dan Segala Keunggulannya - sebelum membeli Apartemen Green Pramuka City. Ya, saya hanya ingin Anda waspada, bukan melarang Anda beli. Mohon jangan salah paham. Tulisan ini hanya bermaksud menceritakan pengalaman Saya tinggal di Apartemen Green Pramuka City, tanpa bermaksud ingin menghina atau menuduh pihak manapun. Semua yang saya sampaikan di sini adalah fakta dengan bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.

Apartemen Green Pramuka City dan Segala Keunggulannya
Apartemen Green Pramuka City dan Segala Keunggulannya

Sekitar 2 tahun yang lalu, saya membeli sebuah unit di apartemen green pramuka city, jakarta pusat. Yang menarik saat itu adalah, di brosur dan websitenya tertulis bahwa nantinya apartemen ini akan berkonsep green living, dimana 80 persennya adalah halaman terbuka. Wow, menarik bukan? Ternyata saya harus menelan rasa kecewa, karena saat ini, apartemen green pramuka city sedang membangun 17 tower di atas lahan tersebut. Jadi, ke mana nanti perginya 80% area terbuka alias green living yang mereka janjikan seluas puluhan hektar tersebut? Entahlah, ini Kekecewaan pertama yang saya rasakan. Mimpi saya tinggal di apartemen yang punya halaman hijau 10 Ha, harus saya kubur dalam-dalam.

Selayaknya orang kecewa, Saya berusaha menghibur diri, okelah.. sepertinya Jakarta membutuhkan hunian vertikal yang lebih banyak, dan mungkin dengan dibangunnya tower-tower ini bisa membantu warga yang memiliki kebutuhan tempat tinggal di tengah kota dengan biaya yang masih bisa dijangkau. Mengingat mahalnya harga rumah di jakarta saat ini. Namun ternyata, kekecewaan yang ada tidak sampai di situ, kali ini yang kecewa adalah para penghuni tower faggio dan pino, mereka adalah penghuni tower tahap awal di sini, sertifikat yang dijanjikan akan diterima setelah 2 tahun oleh para penghuni tower tahap pertama, ternyata hingga tulisan ini ditulis, masih tak kunjung datang, padahal para penghuni tower tahap pertama sudah tinggal di sana hampir tiga tahun dan banyak yang sudah lunas. Ketidakjelasan sertifikat ini adalah hal yang paling sering dikeluhkan banyak penghuni di tower pertama, hal itu pula yang membuat mereka kesal, hingga ada warga yang sampai memasang spanduk sebagai bentuk protes, bertuliskan “Mana Sertifikat Kami” di balkon mereka.

Intinya, mereka merasa kecewa oleh pengembang apartemen green pramuka city, karena yang dulunya dijanjikan 2 tahun, ternyata pengembang belakangan bilang bahwa sertifikat kemungkinan besar baru akan diserahkan setelah 17 tower selesai semua, padahal beberapa di antara mereka sangat membutuhkan sertipikat itu. Ada yang ingin menjual investasinya, ada yang ingin menjadikan jaminan ke bank buat modal usaha, dan lain-lain.

Selain masalah sertifikat, saat ini pengelola apartemen green pramuka city mengeluarkan kebijakan yang dirasa sangat sepihak oleh warga, seperti masalah perparkiran apartemen. Sebagai info, di apartemen green pramuka city, kita dibebankan tarif parkir mobil berlangganan sebesar Rp.200rb perbulan, namun sebagai member kita HANYA boleh parkir di basement 2, jika anda berani parkir di area lainnya, maka anda akan dikenakan lagi biaya parkir regular yang perjamnya Rp.3000 pada jam tertentu. Luar biasa, bukan? Sebagi informasi, Basement 2 adalah lantai parkir paling bawah dan  sangat berdebu saat tulisan ini ditulis, karena hitungannya masih baru dibangun. Bayangkan semua mobil member parkir di B2, sempit dan penuhnya minta ampun, saya sih gak kuat liatnya. Ditambah lagi, tak ada lift dari bawah sana untuk menuju ke lobby, jadi sebagai penghuni anda harus kuat dan harus selalu muda. Saya pernah mengajak Ibu saya pertama kali, saya kaget karena baru sadar bahwa ternyata di B2 tidak ada lift ke lobby, akhirnya terpaksa lewat tangga dan beliau sangat kesakitan kakinya ketika harus naik tangga dari basement 2 ke lobby.

Sikap saya terhadap peraturan sepihak ini adalah jelas, MENOLAK. Saya tunaikan kewajiban saya bayar parkir Rp. 200rb perbulan, lalu saya parkir di area parkir manapun yang tersedia. Setiap saya ditagih biaya perjam lagi saat keluar, saya dengan tegas menyatakan tidak mau bayar double, kan saya sudah langganan, saya hanya menunjukkan kartu member parkir saya. Bahkan saya pernah sampai memarkir mobil saya di gate sampai petugasnya mau membukakan pintu parkir.

Sangat disayangkan karena peraturan ini, tidak pernah dimusyawarahkan ke penghuni, tiba-tiba saja mereka mengeluarkan aturan sepihak dengan cara memasang selebaran di lift dan spanduk di area parkir. Padahal kalau pengelola mau duduk bareng dengan warga, jelaskan ke kita laporan keuangan mereka, kita pasti support kok kalau memang harus ada kenaikan. Saat ditanya kenapa kita cuma boleh parkir di B2 padahal ada 2 lantai lagi yang bisa dipakai, alasan mereka karena menurut UU Rusun, sebuah Rusunami itu hanya wajib menyediakan lahan parkir 1:10, masalahnya.. apakah apartemen green pramuka city ini termasuk rusunami sederhana biasa? karena di awal, kita sudah membayar BIAYA PENINGKATAN MUTU saat membeli unit yang jumlahnya sangat besar (mencapai Rp. 80 juta), biaya ini dipakai untuk meningkatkan mutu apartemen green pramuka, baik dari sisi material bangunan maupun fasilitas penunjang. inilah yang membedakan green pramuka dengan rusunami sederhana lainnya, kita BAYAR LEBIH untuk mutu, untuk fasilitas, untuk kenyamanan. Lalu jika kita sudah bayar peningkatan mutu dengan biaya yang mahal, kenapa regulasinya masih berpatokan pada rusunami sederhana? mengapa lahan parkirnya masih harus dibatasi 1:10? Seandainya area parkirnya memang sedikit sih kita pasti paham, masalahnya area parkir di Green Pramuka City itu sebenarnya cukup luas, ada 3 lantai, tapi sebagian besar area parkirnya malah mereka jadikan area parkir komersil dan mereka tutup dengan rantai, padahal ini hunian bukan Mall, penghuni malah dipaksa sempit-sempitan di B2, kan aneh cara berpikirnya. Makanya jangan heran, dengan adanya biaya peningkatan mutu itu, harga apartemen di green pramuka city tidak bisa dibilang murah, tahun ini tower barunya bisa mencapai hampir Rp. 700 jutaan, setahun yang lalu masih sekitar 400 jutaan, setahu saya seharusnya kalau Rusunami sederhana tidak boleh semahal itu. Belum lagi, sebagai member kita sudah membayar uang langganan parkir Rp. 200rb perbulan, masa tetap cuma dikasih lahan parkir 1:10 layaknya rusunami biasa yang tak ada biaya peningkatan mutunya? di sinilah anehnya bentuk ketidakadilan yang saya dan warga lainnya rasakan.

Padahal, dalam UU Rumah Susun atau Apartemen, pengelola hanyalah pihak yang ditunjuk penghuni untuk mengelola segala aset yang dimiliki penghuni, jadi sudah selayaknya segala penetapan biaya dan kebijakan, semestinya dimusyawarahkan dulu oleh penghuni. Hal-hal yang dilakukan pengelola apartemen green pramuka city semacam inilah yang dirasa sangat merugikan warga. Sebagai perbandingan, apartemen yang lebih mewah seperti MOI, untuk mobil pertama gratis biaya parkir bagi penghuni.

Selanjutnya tentang Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL). Per-bulan maret 2015, apartemen green pramuka city menaikkan biaya maintenancenya tak tanggung-tanggung, naik sebesar hampir 43%, dari yang tadinya 9.500/m2 menjadi 14.850/m2 (setelah ppn). Artinya, Saya harus bayar biaya maintenance sebesar Rp. 14.850 X 33m2 = Rp. 490.050 per-bulan. Luar biasa, padahal fasilitasnya standard aja. Saat tulisan ini dibuat, belum ada fasilitas istimewa seperti sauna, tempat gym, lapangan tennis, golf dll,  silakan buktikan sendiri. Saya sangat bingung, karena di sebelum membeli Apartemen Green Pramuka City. Ya, saya hanya ingin Anda waspada, bukan melarang Anda beli. Mohon jangan salah paham. Tulisan ini hanya bermaksud menceritakan pengalaman Saya tinggal di Apartemen Green Pramuka City, tanpa bermaksud ingin menghina atau menuduh pihak manapun. Semua yang saya sampaikan di sini adalah fakta dengan bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.

Sekitar 2 tahun yang lalu, saya membeli sebuah unit di apartemen green pramuka city, jakarta pusat. Yang menarik saat itu adalah, di brosur dan websitenya tertulis bahwa nantinya apartemen ini akan berkonsep green living, dimana 80 persennya adalah halaman terbuka. Wow, menarik bukan? Ternyata saya harus menelan rasa kecewa, karena saat ini, apartemen green pramuka city sedang membangun 17 tower di atas lahan tersebut. Jadi, ke mana nanti perginya 80% area terbuka alias green living yang mereka janjikan seluas puluhan hektar tersebut? Entahlah, ini Kekecewaan pertama yang saya rasakan. Mimpi saya tinggal di apartemen yang punya halaman hijau 10 Ha, harus saya kubur dalam-dalam.

Selayaknya orang kecewa, Saya berusaha menghibur diri, okelah.. sepertinya Jakarta membutuhkan hunian vertikal yang lebih banyak, dan mungkin dengan dibangunnya tower-tower ini bisa membantu warga yang memiliki kebutuhan tempat tinggal di tengah kota dengan biaya yang masih bisa dijangkau. Mengingat mahalnya harga rumah di jakarta saat ini. Namun ternyata, kekecewaan yang ada tidak sampai di situ, kali ini yang kecewa adalah para penghuni tower faggio dan pino, mereka adalah penghuni tower tahap awal di sini, sertifikat yang dijanjikan akan diterima setelah 2 tahun oleh para penghuni tower tahap pertama, ternyata hingga tulisan ini ditulis, masih tak kunjung datang, padahal para penghuni tower tahap pertama sudah tinggal di sana hampir tiga tahun dan banyak yang sudah lunas. Ketidakjelasan sertifikat ini adalah hal yang paling sering dikeluhkan banyak penghuni di tower pertama, hal itu pula yang membuat mereka kesal, hingga ada warga yang sampai memasang spanduk sebagai bentuk protes, bertuliskan “Mana Sertifikat Kami” di balkon mereka.

Intinya, mereka merasa kecewa oleh pengembang apartemen green pramuka city, karena yang dulunya dijanjikan 2 tahun, ternyata pengembang belakangan bilang bahwa sertifikat kemungkinan besar baru akan diserahkan setelah 17 tower selesai semua, padahal beberapa di antara mereka sangat membutuhkan sertipikat itu. Ada yang ingin menjual investasinya, ada yang ingin menjadikan jaminan ke bank buat modal usaha, dan lain-lain.

Selain masalah sertifikat, saat ini pengelola apartemen green pramuka city mengeluarkan kebijakan yang dirasa sangat sepihak oleh warga, seperti masalah perparkiran apartemen. Sebagai info, di apartemen green pramuka city, kita dibebankan tarif parkir mobil berlangganan sebesar Rp.200rb perbulan, namun sebagai member kita HANYA boleh parkir di basement 2, jika anda berani parkir di area lainnya, maka anda akan dikenakan lagi biaya parkir regular yang perjamnya Rp.3000 pada jam tertentu. Luar biasa, bukan? Sebagi informasi, Basement 2 adalah lantai parkir paling bawah dan  sangat berdebu saat tulisan ini ditulis, karena hitungannya masih baru dibangun. Bayangkan semua mobil member parkir di B2, sempit dan penuhnya minta ampun, saya sih gak kuat liatnya. Ditambah lagi, tak ada lift dari bawah sana untuk menuju ke lobby, jadi sebagai penghuni anda harus kuat dan harus selalu muda. Saya pernah mengajak Ibu saya pertama kali, saya kaget karena baru sadar bahwa ternyata di B2 tidak ada lift ke lobby, akhirnya terpaksa lewat tangga dan beliau sangat kesakitan kakinya ketika harus naik tangga dari basement 2 ke lobby.

Sikap saya terhadap peraturan sepihak ini adalah jelas, MENOLAK. Saya tunaikan kewajiban saya bayar parkir Rp. 200rb perbulan, lalu saya parkir di area parkir manapun yang tersedia. Setiap saya ditagih biaya perjam lagi saat keluar, saya dengan tegas menyatakan tidak mau bayar double, kan saya sudah langganan, saya hanya menunjukkan kartu member parkir saya. Bahkan saya pernah sampai memarkir mobil saya di gate sampai petugasnya mau membukakan pintu parkir.

Sangat disayangkan karena peraturan ini, tidak pernah dimusyawarahkan ke penghuni, tiba-tiba saja mereka mengeluarkan aturan sepihak dengan cara memasang selebaran di lift dan spanduk di area parkir. Padahal kalau pengelola mau duduk bareng dengan warga, jelaskan ke kita laporan keuangan mereka, kita pasti support kok kalau memang harus ada kenaikan. Saat ditanya kenapa kita cuma boleh parkir di B2 padahal ada 2 lantai lagi yang bisa dipakai, alasan mereka karena menurut UU Rusun, sebuah Rusunami itu hanya wajib menyediakan lahan parkir 1:10, masalahnya.. apakah apartemen green pramuka city ini termasuk rusunami sederhana biasa? karena di awal, kita sudah membayar BIAYA PENINGKATAN MUTU saat membeli unit yang jumlahnya sangat besar (mencapai Rp. 80 juta), biaya ini dipakai untuk meningkatkan mutu apartemen green pramuka, baik dari sisi material bangunan maupun fasilitas penunjang. inilah yang membedakan green pramuka dengan rusunami sederhana lainnya, kita BAYAR LEBIH untuk mutu, untuk fasilitas, untuk kenyamanan. Lalu jika kita sudah bayar peningkatan mutu dengan biaya yang mahal, kenapa regulasinya masih berpatokan pada rusunami sederhana? mengapa lahan parkirnya masih harus dibatasi 1:10? Seandainya area parkirnya memang sedikit sih kita pasti paham, masalahnya area parkir di Green Pramuka City itu sebenarnya cukup luas, ada 3 lantai, tapi sebagian besar area parkirnya malah mereka jadikan area parkir komersil dan mereka tutup dengan rantai, padahal ini hunian bukan Mall, penghuni malah dipaksa sempit-sempitan di B2, kan aneh cara berpikirnya. Makanya jangan heran, dengan adanya biaya peningkatan mutu itu, harga apartemen di green pramuka city tidak bisa dibilang murah, tahun ini tower barunya bisa mencapai hampir Rp. 700 jutaan, setahun yang lalu masih sekitar 400 jutaan, setahu saya seharusnya kalau Rusunami sederhana tidak boleh semahal itu. Belum lagi, sebagai member kita sudah membayar uang langganan parkir Rp. 200rb perbulan, masa tetap cuma dikasih lahan parkir 1:10 layaknya rusunami biasa yang tak ada biaya peningkatan mutunya? di sinilah anehnya bentuk ketidakadilan yang saya dan warga lainnya rasakan.

Padahal, dalam UU Rumah Susun atau Apartemen, pengelola hanyalah pihak yang ditunjuk penghuni untuk mengelola segala aset yang dimiliki penghuni, jadi sudah selayaknya segala penetapan biaya dan kebijakan, semestinya dimusyawarahkan dulu oleh penghuni. Hal-hal yang dilakukan pengelola apartemen green pramuka city semacam inilah yang dirasa sangat merugikan warga. Sebagai perbandingan, apartemen yang lebih mewah seperti MOI, untuk mobil pertama gratis biaya parkir bagi penghuni.

Selanjutnya tentang Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL). Per-bulan maret 2015, apartemen green pramuka city menaikkan biaya maintenancenya tak tanggung-tanggung, naik sebesar hampir 43%, dari yang tadinya 9.500/m2 menjadi 14.850/m2 (setelah ppn). Artinya, Saya harus bayar biaya maintenance sebesar Rp. 14.850 X 33m2 = Rp. 490.050 per-bulan. Luar biasa, padahal fasilitasnya standard aja. Saat tulisan ini dibuat, belum ada fasilitas istimewa seperti sauna, tempat gym, lapangan tennis, golf dll,  silakan buktikan sendiri. Saya sangat bingung, karena di apartemen yang sekelas green pramuka city, kalau berdasarkan catatan di atas, IPL-nya rata-rata hanya Rp.9000/m2, contohnya saja apartemen Grand Palace dan Gading Nias (lihat gambar di atas, meski bisa saja berubah seiring waktu).

UPDATE BIAYA IPL:
Per hari ini, 23 Februari 2016, lagi-lagi penghuni menerima “surat cinta” di kolong pintu. Ya, biaya maintenance bulanan alias IPL naik lagi per bulan April 2016. Tak ada musyawarah dengan warga, tak ada obrolan, langsung aja dinaikkan semaunya pengelola. Tak tanggung-tanggung, naiknya jadi Rp. 18.700/m2 (setelah PPN). Artinya, Saya harus bayar biaya maintenance sebesar Rp. 18.700 X 33m2 = Rp. 617.000 per-bulan. Padahal fasilitasnya itu-itu aja, ga ada yang bertambah.

Yang paling membuat kesal saya adalah masalah Fitting Out atau renovasi. Saat kita beli sebuah unit di apartemen green pramuka city, pastinya masih kosong, hanya unit dan kamar mandi. Yang akan kita lakukan sebagai penghuni adalah melakukan fitting out atau renovasi seperti pasang AC, Kitchen set, TV, wallpaper dll sesuai kebutuhan dan kemampuan. Namun apa yang terjadi, jika kita membawa kontraktor atau tukang renovasi di luar vendor rekanan mereka, pengelola apartemen green pramuka city mewajibkan kita membayar sejumlah uang yang mereka sebut “biaya ijin” atau “biaya supervisi”, Padahal jelas-jelas di buku house rules yang mereka buat, biaya-biaya itu tidak ada, syarat renovasi yang sah itu cuma bayar 1 juta buat deposit dan uang sampah 500rb. Lalu biaya supervisi ini apa urusannya coba? itu kan unit kita, ya terserah kita dong mau pasang apa aja di dalamnya. Tapi mereka malah mengeluarkan semacam “pricelist biaya ijin” yang tidak ada di perjanjian saat serah terima maupun di dalam buku panduan (house rules) yang diberikan ke kami.

Pricelist inipun munculnya di awal 2015, dulunya tidak ada, katanya peraturan baru. Duh, semudah itu mereka bikin peraturan tanpa ada sosialisasi dan musyawarah dengan penghuni. Pricelist ini masih ada hingga saat tulisan ini diposting, yaitu tanggal 08 Maret 2015. Apakah ini termasuk “pungli” atau pungutan liar? atau ini adalah indikasi monopoli usaha? silakan simpulkan sendiri.

Lihat saja betapa gilanya pricelist di atas, kalau kita ikuti aturan ini, bahkan kita mau pasang cermin saja harus bayar ijin Rp. 50ribu, entah apa alasannya. Coba deh anda pikir pakai akal sehat dan hati nurani, ini rumah anda, lalu saat anda mau beli sesuatu untuk rumah anda, mereka minta duit, apa dong namanya kalau begitu? apakah ini bisa dibilang “Biaya Preman“? saya tidak tahu, yang jelas ini tidak ada di kesepakatan awal, tidak pernah dimusyawarahkan dengan warga dan juga nilainya sangat mahal, misalnya pasang bracket TV anda harus bayar Rp.200 rb, padahal harga bracketnya saja cuma Rp.150 ribu. Oh ya, itu harga untuk biaya ijin sehari loh ya, kalau pengerjaannya lebih dari sehari ya tinggal dikalikan.

Saya waktu itu memutuskan untuk tetap pakai kontraktor luar karena saya dari jauh hari sudah bayar DP dengan kontraktor luar, tapi saya ngotot tidak mau ikuti aturan pricelist di atas karena menurut saya ini melanggar kesepakatan house rules yang mereka buat sendiri, awalnya saya diminta bayar Rp. 30 JUTA untuk biaya ijin full renovasi selama sebulan, tapi saya tolak karena terlalu mengada-ngada dan tak masuk akal. Namun ujungnya setelah berdebat lama, saya akhirnya kalah dan terpaksa harus tetap membayar biaya sebesar Rp. 891.000 sebagai biaya supervisi supaya kontraktor saya bisa mendapat izin kerja. Bayangkan, dari 30 juta jadi 891rb, entah peraturan macam apa ini. Itupun Saya terpaksa bayar karena saya tak punya pilihan lain, karena saat itu saya sudah bayar DP ke kontraktor saya, jadi tak mungkin saya batalkan, kalau saya batalkan DP hangus.

UPDATE APRIL 2015:
Soal pajak PBB. Ini yang paling bahaya menurut saya. Baru-baru ini, mulai tanggal 10 April 2015, seluruh penghuni mendapatkan surat edaran yang lagi-lagi hanya dimasukkan di kolong pintu, mengenai penagihan pembayaran PBB. Setelah saya baca, saya bingung sekali, karena pihak pengelola apartemen green pramuka city menagihkan pajak tanpa ada Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dari dinas pajak, jadi di surat edaran itu dia langsung tulis sendiri angka yang harus kita bayar, tanpa ada sedikitpun perincian pajaknya. Setahu saya, dimana-mana kalau bayar pajak PBB itu ya harus ada penjelasan dan perinciannya, berapa luas tanah, berapa luas unit kita dan perhitungan pajak lainnya, supaya bisa kita kalkulasi dan validasi kebenarannya. Yang bikin saya makin bingung, seenaknya kita diminta transfer uang pajaknya ke rekening pengelola, padahal yang namanya pajak setahu saya setornya ke dinas pajak, ya saya sih sebagai wajib pajak tentu khawatir kalau harus setor uang pajak ke rekening yang bukan milik pemerintah, karena saya ngga mau kalau nantinya uang pajak saya diselewengkan pihak tertentu. Prinsipnya, sebagai wajib pajak, saya cuma mau bayar pajak ke pemerintah, karena memang begitu seharusnya.

Saya kurang tahu juga, apakah dinas pajak sudah tahu akan hal ini, yang jelas pihak pengelola apartemen green pramuka city sudah membuat aturan seperti ini. Saya bukannya menuduh, tapi kalau uang pajak saya masuk ke rekening yang bukan milik dinas pajak, saya khawatir bisa terjadi penggelapan atau penyelewengan pajak di apartemen green pramuka city, karena prosedurnya tidak sesuai dengan yang sebagaimana mestinya. Kalaupun memang tak ada SPPT karena sertifikatnya belum dipecah, paling tidak ada surat resmi dari dinas pajak yang memberikan penjelasan soal itu, serta dilampirkan perhitungan dan perincian resmi dari dinas pajak untuk kita para wajib pajak, supaya warga merasa aman dan percaya, bukan dengan surat edaran sepihak seperti ini. Saya selalu dan pasti akan selalu bayar pajak, asal jelas dan sesuai UU, bukan dengan cara seperti ini. Kacau lah pokoknya.

Jadi saran saya, waspadalah saat anda ingin membeli unit di apartemen green pramuka city. Saya hanya tidak ingin anda menyesal kemudian seperti Saya. Setidaknya, tunda dulu hingga ada kejelasan peraturan dan tarif dari pengelola. Tapi jika anda tetap ingin beli unit di sini ya silakan, saya hanya memberikan pertimbangan. Jika anda ingin konsultasi dengan perhimpunan warga di sana, silakan hubungi mereka di: Apartemen Green Pramuka City dan Segala Keunggulannya, kalau berdasarkan catatan di atas, IPL-nya rata-rata hanya Rp.9000/m2, contohnya saja apartemen Grand Palace dan Gading Nias (lihat gambar di atas, meski bisa saja berubah seiring waktu).

UPDATE BIAYA IPL:
Per hari ini, 23 Februari 2016, lagi-lagi penghuni menerima “surat cinta” di kolong pintu. Ya, biaya maintenance bulanan alias IPL naik lagi per bulan April 2016. Tak ada musyawarah dengan warga, tak ada obrolan, langsung aja dinaikkan semaunya pengelola. Tak tanggung-tanggung, naiknya jadi Rp. 18.700/m2 (setelah PPN). Artinya, Saya harus bayar biaya maintenance sebesar Rp. 18.700 X 33m2 = Rp. 617.000 per-bulan. Padahal fasilitasnya itu-itu aja, ga ada yang bertambah.

Yang paling membuat kesal saya adalah masalah Fitting Out atau renovasi. Saat kita beli sebuah unit di apartemen green pramuka city, pastinya masih kosong, hanya unit dan kamar mandi. Yang akan kita lakukan sebagai penghuni adalah melakukan fitting out atau renovasi seperti pasang AC, Kitchen set, TV, wallpaper dll sesuai kebutuhan dan kemampuan. Namun apa yang terjadi, jika kita membawa kontraktor atau tukang renovasi di luar vendor rekanan mereka, pengelola apartemen green pramuka city mewajibkan kita membayar sejumlah uang yang mereka sebut “biaya ijin” atau “biaya supervisi”, Padahal jelas-jelas di buku house rules yang mereka buat, biaya-biaya itu tidak ada, syarat renovasi yang sah itu cuma bayar 1 juta buat deposit dan uang sampah 500rb. Lalu biaya supervisi ini apa urusannya coba? itu kan unit kita, ya terserah kita dong mau pasang apa aja di dalamnya. Tapi mereka malah mengeluarkan semacam “pricelist biaya ijin” yang tidak ada di perjanjian saat serah terima maupun di dalam buku panduan (house rules) yang diberikan ke kami.

Pricelist inipun munculnya di awal 2015, dulunya tidak ada, katanya peraturan baru. Duh, semudah itu mereka bikin peraturan tanpa ada sosialisasi dan musyawarah dengan penghuni. Pricelist ini masih ada hingga saat tulisan ini diposting, yaitu tanggal 08 Maret 2015. Apakah ini termasuk “pungli” atau pungutan liar? atau ini adalah indikasi monopoli usaha? silakan simpulkan sendiri.

Lihat saja betapa gilanya pricelist di atas, kalau kita ikuti aturan ini, bahkan kita mau pasang cermin saja harus bayar ijin Rp. 50ribu, entah apa alasannya. Coba deh anda pikir pakai akal sehat dan hati nurani, ini rumah anda, lalu saat anda mau beli sesuatu untuk rumah anda, mereka minta duit, apa dong namanya kalau begitu? apakah ini bisa dibilang “Biaya Preman“? saya tidak tahu, yang jelas ini tidak ada di kesepakatan awal, tidak pernah dimusyawarahkan dengan warga dan juga nilainya sangat mahal, misalnya pasang bracket TV anda harus bayar Rp.200 rb, padahal harga bracketnya saja cuma Rp.150 ribu. Oh ya, itu harga untuk biaya ijin sehari loh ya, kalau pengerjaannya lebih dari sehari ya tinggal dikalikan.

Saya waktu itu memutuskan untuk tetap pakai kontraktor luar karena saya dari jauh hari sudah bayar DP dengan kontraktor luar, tapi saya ngotot tidak mau ikuti aturan pricelist di atas karena menurut saya ini melanggar kesepakatan house rules yang mereka buat sendiri, awalnya saya diminta bayar Rp. 30 JUTA untuk biaya ijin full renovasi selama sebulan, tapi saya tolak karena terlalu mengada-ngada dan tak masuk akal. Namun ujungnya setelah berdebat lama, saya akhirnya kalah dan terpaksa harus tetap membayar biaya sebesar Rp. 891.000 sebagai biaya supervisi supaya kontraktor saya bisa mendapat izin kerja. Bayangkan, dari 30 juta jadi 891rb, entah peraturan macam apa ini. Itupun Saya terpaksa bayar karena saya tak punya pilihan lain, karena saat itu saya sudah bayar DP ke kontraktor saya, jadi tak mungkin saya batalkan, kalau saya batalkan DP hangus.

UPDATE APRIL 2015:
Soal pajak PBB. Ini yang paling bahaya menurut saya. Baru-baru ini, mulai tanggal 10 April 2015, seluruh penghuni mendapatkan surat edaran yang lagi-lagi hanya dimasukkan di kolong pintu, mengenai penagihan pembayaran PBB. Setelah saya baca, saya bingung sekali, karena pihak pengelola apartemen green pramuka city menagihkan pajak tanpa ada Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dari dinas pajak, jadi di surat edaran itu dia langsung tulis sendiri angka yang harus kita bayar, tanpa ada sedikitpun perincian pajaknya. Setahu saya, dimana-mana kalau bayar pajak PBB itu ya harus ada penjelasan dan perinciannya, berapa luas tanah, berapa luas unit kita dan perhitungan pajak lainnya, supaya bisa kita kalkulasi dan validasi kebenarannya. Yang bikin saya makin bingung, seenaknya kita diminta transfer uang pajaknya ke rekening pengelola, padahal yang namanya pajak setahu saya setornya ke dinas pajak, ya saya sih sebagai wajib pajak tentu khawatir kalau harus setor uang pajak ke rekening yang bukan milik pemerintah, karena saya ngga mau kalau nantinya uang pajak saya diselewengkan pihak tertentu. Prinsipnya, sebagai wajib pajak, saya cuma mau bayar pajak ke pemerintah, karena memang begitu seharusnya.

Saya kurang tahu juga, apakah dinas pajak sudah tahu akan hal ini, yang jelas pihak pengelola apartemen green pramuka city sudah membuat aturan seperti ini. Saya bukannya menuduh, tapi kalau uang pajak saya masuk ke rekening yang bukan milik dinas pajak, saya khawatir bisa terjadi penggelapan atau penyelewengan pajak di apartemen green pramuka city, karena prosedurnya tidak sesuai dengan yang sebagaimana mestinya. Kalaupun memang tak ada SPPT karena sertifikatnya belum dipecah, paling tidak ada surat resmi dari dinas pajak yang memberikan penjelasan soal itu, serta dilampirkan perhitungan dan perincian resmi dari dinas pajak untuk kita para wajib pajak, supaya warga merasa aman dan percaya, bukan dengan surat edaran sepihak seperti ini. Saya selalu dan pasti akan selalu bayar pajak, asal jelas dan sesuai UU, bukan dengan cara seperti ini. Kacau lah pokoknya.

Jadi saran carasiti1, waspadalah saat anda ingin membeli unit di apartemen green pramuka city. Saya hanya tidak ingin anda menyesal kemudian seperti Saya. Setidaknya, tunda dulu hingga ada kejelasan peraturan dan tarif dari pengelola. Tapi jika anda tetap ingin beli unit di sini ya silakan, saya hanya memberikan pertimbangan. Jika anda ingin konsultasi dengan perhimpunan warga di sana, silakan hubungi mereka di: Apartemen Green Pramuka City dan Segala Keunggulannya.

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Apartemen Green Pramuka City dan Segala Keunggulannya"

Post a Comment